Seiring perkembangan ilmu
genetika, Hukum mendel tidak hanya digunakan untuk keragaman suatu spesies
namun juga dipergunakan sebagai dasar mempelajari tentang pewarisan suatu sifat
atau karakter. Meskipun Mendel sendiri menyadari bahwa terkadang pewarisan
sifat tidak sesederhana hukum Mendel I dan hukum Mendel II. Dalam teori hukum
Mendel suatu karakter hanya ditentukan oleh satu gen dan dua alel, serta alel
tersebut dominan penuh atau resessif penuh namun dalam kenyataannya ada beberapa
karakter yang ditentukan oleh beberapa gen dan lebih dari dua alel serta ada
suatu derajat dominansi. Oleh karena itu dalam postingan ini akan dibahas
tentang pola – pola pewarisan yang lebih kompleks dari pada hukum Mendel.
Pola pewarisan Satu Gen
1. Derajat dominansi
Jika mengikuti hukum Mendel, Suatu
sifat / karakter yang ditentukan oleh satu gen akan menghasilkan keturunan F2
dengan perbandingan fenotipe 3 :1 karena alel - alel yang menentukan karakter
tersebut bersifat dominan penuh atau resessif penuh.
Akan tetapi, ada beberapa
karakter / gen yang tidak memiliki dominansi penuh (incomplete dominance)
sehingga karakter yng dimiliki oleh keturunan F1 merupakan kombinasi karakter
dari kedua parentalnya (intermediet). Sebagai contoh adalah persilangan antara bunga
snapdragon warna putih dan bunga snapdragon warna merah. F1 dari persilangan
tersebut menghasilkan bunga snapdragon berwarna merah muda sedangkan F2 yang
dihasilkan mempunyai perbandingan 1 : 2 : 1 (merah : merah muda : putih).
Variasi pola penurunan sifat lain
yang dipengaruhi oleh derajat dominansi adalah kodominan (codominance). Contoh
kodominan (codominance) adalah alel dari gen penentu golongan darah MN.
Individu dengan alel M homozigot (MM) hanya memiliki molekul M pada
permukaan sel darah merahnya. Individu dengan alel N homozigot (NN)
hanya memiliki molekul N pada permukaan sel darah merahnya. Sedangkan individu
heterozigot dengan alel M dan N memiliki molekul M dan molekul N pada permukaan
sel darah merahnya. Molekul M dan molekul N pada golongan darah MN bukan
merupakan intermediet seperti pada incomplete dominance karena keduanya
(fenotipe M dan Fenotipe N) muncul pada individu heterozigot.
Hubungan derajat dominansi dengan fenotipe
Suatu alel disebut alel dominan
karena sifatnya terlihat sebagai fenotipe bukan kerena pengaruhnya terhadap
alel resessif. Sebagai gambaran hubungan derajat dominansi dengan fenotipe
dapat dilihat dari penelitan Mendel pada persilangan antara tanaman Pea berbiji
keriput dan tanaman Pea berbiji bulat. Alel dominan (berbiji bulat) menyandikan
enzim yang membantu mengubah tepung dengan struktur tidak bercabang (unbranched
form of starch ) menjadi tepung dengan struktur
tidak bercabang (branched form of starch) sedangkan alel resessif (berbiji
keriput) tidak memiliki enzim tersebut. Pada tanaman Pea berbiji keriput
terjadi akumulasi menjadi tepung dengan
struktur tidak bercabang (branched form of starch) yang menyebabkan kadar air
tinggi di biji melalui mekanisme osmosis dan ketika kering mengakibatkan biji
keriput. Namun ketika ada alel dominan, enzim tersebut dihasilkan / diproduksi
mengakibatkan air tidak masuk kedalam biji dan saat kering biji tidak keriput
(bulat). Tanaman Pea yang memiliki satu saja alel dominan pengkode enzim
tersebut, sudah cukup menghasilkan tepung dengan struktur tidak bercabang (branched
form of starch) sehingga biji berbentuk bulat. Artinya homozigot dominan dan
heterozigot akan memiliki fenotipe yang sama yaitu berbiji bulat.
Contoh lain dari hubungan antara
dominasi dan fenotipe adalah gen penyebab penyakit Tay-Sachs. Sel otak
anak penderita Tay-Sachs tidak bisa memetabolisme suatu lipid karena
salah satu enzim penting tidak dapat bekerja dengan baik sehingga terjadi
akumulasi lipid tersebut di dalam sel otak. Akibatnya anak penderita Tay-Sachs akan
mengalami kejang, kebutaan, degenerasi mental dan motorik serta akan mati dalam
beberapa tahun.
Penderita penyakit Tay-Sachs adalah anak yang memiliki dua
copi Tay-Sachs alel (homozigot) sehingga pada level organisme alel Tay-Sachs
dapat dikatagorikan sebagai alel resessif. Namun di level aktivitas enzim,
individu heterozigot menunjukkan sifat intermediet, yaitu aktivitas enzimnya diantara
individu normal dan individu terkena penyakit Tay-Sachs. Individu
heterozigot tidak menunjukkan adanya gejala penyakit karena setengah aktivitas
enzim sudah mampu mencegah akumulasi lipid di sel otak. Setelah dilakukan
analisis lebih dalam ternyata individu heterozigot memproduksi enzim normal dan
enzim tidak normal dalam jumlah yang sama sehingga di level molekuler alel
normal dan alel Tay-Sachs adalah kodominan. Oleh karena itu dapat
disimpulka bahwa apakah saatu alel bersifat dominan penuh, dominantidak penuh,
atau kodominan tergantung pada tingkat di mana fenotipe dianalisis.
2. Multi Alel
Dalam penelitian mendel, suatu
karekteristik tanaman Pea ditentukan oleh gen dengan dua alel, tetapi sebagian
besar gen memiliki lebih dari dua alel. Sebagai contoh gen penentu golongan
darah ABO pada manusia. Penggolongan darah ABO ditentukan oleh satu gen dengan
3 alel yaitu IA, IB, dan i. Alel IA
menyandikan protein A di permukaan sel darah merahnya. Alel IB menyandikan
protein B di permukaan sel darah merahnya. Tiap individu akan memiliki salah
satu dari golongan darah A (IA IA, IA
i), B (IB IB, IB i ), AB (IA
IB), O (ii).
Gambar 2. Contoh multi alel; pola pewarisan penggolongan darah ABO |
3. Pleiotropy
Pleiotropy adalah keadaan dimana
suatu gen dapat mempengaruhi beberapa fenotipe. Sebagai contoh, Gen penentu
warna bunga pada tanaman Pea. Selain menentukan warna bunga pea, gen tersebut
juga mempengaruhi warna pembungkus permukaan biji, yaitu berwarna abu – abu atau
putih.
Pola Pewarisan untuk satu gen atau lebih
1. Epistatis
Epistatis adalah suatu kejadian
dalam pewarisan sifat dimana ekspresi gen (fenotipe) dari suatu lokus
mempengaruhi ekspresi gen (fenotipe) dari lokus lain. Berikut adalah contoh untuk
membantu memahami konsep epistatis :
Warna hitam (B) dari Labrador
retrievers (varietas Anjing) dominan terhadap warna coklat (b). Labrador dengan
fenotipe berwarna coklat harus memiliki fenotipe bb.
Namun ada gen lain yang
menentukan munculnya fenotipe tersebut yaitu alel dominannya menyebabkan
fenotipe warna hitam atau coklat muncul (B) dan alel resessifnya menyebabkan
fenotipe warna hitam atau coklat tidak muncul (b). Sehingga jika mempunyai alel
E, Labrador akan berwarna hitam atau coklat Namun jika homozigot resessif, , Labrador
akan berwarna kuning. Oleh karerna itu gen tersebut (E/e) dikatakan epistasis
terhadap gen penentu warna hitam atau coklat (B/b).
Jika heterozigot (BbEe)
dari kedua gen tersebut dikawinkan dengan sesama heterozigot (BbEe) maka
keturunan yang dihasilkan tidak seperti fenotipe dari percobaan mendel (9 : 3 :
3 : 1) tetapi 9 : 3 : 4 (hitam : coklat : kuning).
Gambar 3. Contoh Epistatis; heterozigot (BbEe) dikawinkan dengan sesama heterozigot (BbEe) maka keturunan yang dihasilkan tidak seperti fenotipe dari percobaan mendel (9 : 3 : 3 : 1) tetapi 9 : 3 : 4 |
2. Pewarisan poligenik
Penelitian yang dilakukan oleh
Mendel hanya pada karakter karakter dasar seperti warna bunga yang hanya
terdiri dari warna ungu dan warna putih. Namun banyak karakter – karakter yang
fenotipenya membentuk dagrasi, seperti warna kulit. Fenotipe warna kulit
manusia sangat bervariasi dan merupakan dagrasi dari hitam ke putih. Karakter-karakter
tersebut dinamakan dengan karakter kuantitatif dan biasanya merupakan pewarisan
poligenik (polygenic inheritance). Pewarisan poligenik adalah pola
pewarisan sifat dimana satu fenotipe dipengaruhi oleh beberapa gen. Tingi badan
merupakan salah satu contoh dari pewarisan poligenik (polygenic
inheritance). Dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa tinggi badan
dipengaruhi oleh 180 gen.
Berikut adalah sebuah contoh
supaya mudah dalam memahami pewarisan poligenik (polygenic inheritance)
:
Sebagai contoh, pigmentasi kulit
manusia dipengaruhi juga oleh banyak gen. anggap saja oleh 3 gen (sebenarnya
lebih) yaitu gen A, gen B dan gen C. Masing – masing alel (A, B, C) memberikan
kontribusi satu unit pigmen gelap dan dominan tidak penuh terhadap alel a, b,
c. Individu dengan genotipe AABBCC memiliki kulit yang sangat hitam sedangkan
Individu dengan genotipe aabbcc memiliki kulit yang sangat putih. Individu
dengan genotipe AaBbCc memiliki warna kulit intermediet antara hitam dan putih.
Individu dengan genotipe AaBbCc dan AABbcc memiliki warna kulit yang sama
karena ketiga alel memiliki efek akumulatif. Jika heterozigot AbBbCc dikawinkan
sesama heterozigot AbBbCc maka akan dihasilkan keturunan dengan fenotif
7 warna kulit yang berbeda.
Gambar 4. Contoh pola pewarisan poligenik; heterozigot AbBbCc dikawinkan sesama heterozigot AbBbCc maka akan dihasilkan keturunan dengan fenotif 7 warna kulit yang berbeda. |
Pola pewarisan Satu Gen Derajat dominansi, Hubungan derajat dominansi dengan fenotipe, Multi Alel, Pleiotropy, Pleiotropy adalah, Pola Pewarisan untuk satu gen atau lebih Epistatis, Pewarisan poligenik,
0 komentar