Analisis PCR (Polimerase Chain
Reaction) adalah analisis yang saat ini banyak dilakukan untuk berbagai
kepentingan. Analisis PCR (Polimerase Chain Reaction) adalah perbanyakan suatu
fragmen DNA yang dinginkan secara invitro.
Analisis PCR (Polimerase Chain Reaction)
merupakan analisis yang berbasis pada DNA (Deoxyribonucleic acid)
sehingga memiliki tingkat keakuratan yang tinggi. Adapun pembahasan tentang PCR
dapat dibaca pada postingan Tahapan dan prinsip PCR (Polymerase Chain Reaction).
Analisis PCR (Polimerase Chain
Reaction) memerlukan suatu primer. Primer pada Analisis PCR (Polimerase
Chain Reaction) berperan untuk memulai atau menginisiasi hibridisasi DNA
pada tahapan PCR (Polimerase Chain Reaction). Sebelum melakukan analisis
PCR (Polimerase Chain Reaction), perlu dilakukan desain primer terlebih
dahulu untuk menentukan DNA target yang ingin diperbanyak.
Baca Juga : Penyebab Point Mutation (Mutasi titik) pada DNA
Keberhasilan dalam melakukan
analisis PCR (Polimerase Chain Reaction) sangat ditentukan dari primer yang digunakan.
Perancangan/desain primer harus memperhatikan beberapa hal agar hasil PCR (Polimerase
Chain Reaction) sesuai dengan target yang diinginkan. Adapun hal-hal yang harus
diperhatikan dalam mendesain primer adalah sebagai berikut :
a. Panjang Primer PCR
Primer PCR idealnya
memiliki panjang antara 18 sampai 30 oligonukleotida. Panjang tersebut
diharapkan cukup untuk dapat mengikat DNA template
pada suhu annealing dan mendapatkan sequen yang spesifik. Panjang primer ideal
berkisar 18 -30 basa didasarkan pada pertimbangan kombinasi acak yang mungkin
ditemukan pada satu urutan genom. Probabilitas menemukan 1 basa A, G, C atau T
pada satu basa adalah ¼ (4-1), probabilitas menemukan 2 urutan basa
nitogen (AG, AC, CG, dll) adalah 1/16 (4-2), probabilitas menemukan
4 urutan basa nitrogen (ACGT, CGAT, dll) adalah 1/256 (4-4).
Sehingga 17 basa primer secara statistik akan ditemukan sekali dalam setiap 417
urutan basa nitrogen. Penggunaan primer
lebih dari 30 basa tidak disarankan karena tidak akan menunjukkan
spesifisitas yang lebih tinggi. Selain itu, primer PCR yang terlalu panjang
dapat berakibat terhibridasi dengan primer lain sehingga tidak terjadi
polimerisasi DNA.
b. Primer Melting Temperature (Tm)
Primer
Melting Temperature (Tm) adalah suhu
yang diperlukan oleh primer PCR untuk mengalami disosiasi / lepas
ikatan. Idealnya, Tm berkisar antara 52-58oC. Primer PCR dengan Tm
yang terlalu tinggi akan mengurangi
efektifitas anealing sehingga proses amplifikasi DNA kurang berjalan baik.
Sedangkan Tm yang terlalu rendah menyebabkan primer menempel ditempat lain
sehingga menghasilkan produk yang tidak spesifik. Terdapat beberapa rumus yang dipakai
untuk menentukan Tm suatu primer, salah satunya adalah Rumus Wallace.
Rumus Wallace merupakan rumus yang sering dipakai karena perhitungannya
cukup mudah. Adapun perhitungan rumus Wallace adalah sebagai berikut :
Tmw
(P) = (nG + nC) *4 + (nA+nT) *2
Keterangan
:
Tmw (P) = Suhu Tm berdasarkan rumus Wallace
nG = Jumlah basa nitrogen G pada primer
nC = Jumlah basa nitrogen C pada primer
nA = Jumlah basa
nitrogen A pada primer
c. Primer Annealing Temperatur (Ta)
Primer
Annealing Temperature (Ta) merupakan suhu
ideal agar primer dapat berkaitan dengan
DNA template dengan stabil. Suhu annealing yang terlalu tinggi akan
menyulitkan terjadinya ikatan primer PCR sehingga menghasilkan produk PCR yang
kurang efisien. Sebaliknya, suhu anneling yang terlalu rendah menyebabkan
terjadinya penempelan primer pada DNA di tempat yang tidak spesifik.
Perhitungan Ta adalah sebagai berikut :
Ta = 0.3 * Tm (primer) + 0.7 * Tm
(produk)
Keterangan :
Ta : Primer Annealing Temperatur
Tm (primer) : Tm primer PCR
Tm (produk) : Tm hasil PCR
d. Jumlah basa GC dalam primer PCR
Jumlah
basa GC merupakan banyak basa Guanin (G) dan Sitosin (C) yang terdapat dalam
suatu primer PCR. Jumlah basa ideal dalam suatu primer adalah 40%-60%. Primer PCR
dengan jumlah GC yang rendah dapat menurunkan efisiensi proses PCR yang
disebabkan karena primer PCR tidak mampu berkompetisi untuk menempel secara
efektif pada DNA template.
e. GC Clamp dalam primer PCR
GC
clamp adalah jumlah basa Guanin (G) dan Sitosin (C) yang terdapat pada 5 basa
terakhir (3’). GC clamp yang bagus adalah sekitar 3 basa G atau C. Keberadaan
basa G dan C pada ujung 3’ sangat membantu terjadinya stabilitas ikatan antara
primer PCR dengan DNA template.
f. Secondary Structures dalam primer PCR
Secondary
structures adalah terjadinya interaksi antar
primer PCR yang menyebabkan primer PCR tidak bisa
berikatan dengan DNA template sehingga secondary Structures harus dihindari. Secondary structures disebabkan
karena antara primer atau basa dalam sebuah primer saling komplementer dan membentuk suatu ikatan. Ada beberapa
macam secondary structures dari
primer, yaitu :
1. Hairpin dalam primer PCR
Hairpin
adalah terjadinya ikatan antar basa nitogen dalam suatu primer PCR sehingga primer tersebut membentuk suatu
loop.
2. Self Dimer dalam primer PCR
Self
Dimer adalah terjadinya ikatan antar primer
PCR yang sejenis. Forward primer berikatan dengan forward primer
lain atau reverse primer berikatan dengan reverse primer lain.
3. Cross Dimer dalam primer PCR
Cross
Dimer adalah
terjadinya ikatan antara forward primer dan reverse primer dalam primer PCR.
Secondary structures dalam primer PCR yang perlu dihindari; a). Hairpain primer PCR, b). self dimer primer PCR, c). Cross Dimer dalam primer PCR |
PCR, Polimerase Chain Reaction, hal yang harus diperhatikan dalam design primer, PCR adalah, berapa Panjang Primer PCR, Primer Melting Temperature (Tm) adalah, annealing primer, Jumlah basa GC dalam primer PCR, GC Clamp dalam primer PCR, Jumlah basa Guanin dan sitosin PCR, Struktur sekunder PCR
0 komentar